SEARCH
try to find something by looking or otherwise seeking carefully and thoroughly.
23 results found with an empty search
- A Well-Balanced Diet: Health Aspect You Should Never Ignore
article by Claudyne Li in Kemdikbud National Student Opinion Contest 2020 The COVID-19 outbreak as a global epidemic has caused many changes to various lives in society. Many things can be done to always maintain health in the midst of this plague. However, most people only prioritize the appeal of physical distancing without regard to other aspects such as nutritional intake. In fact, at times like this, the body is vulnerable to disease so it requires extra and balanced nutrition. At present, there is no food or supplement that can prevent COVID-19 infection. Meeting your nutritional needs and maintaining a healthy diet might reduce viral infections and have an effect on treating an infected body. Maintaining a nutritious diet is an important part of supporting a strong immune system. There are several ways you can do to maintain a healthy body by meeting daily nutritional needs. Eating a variety of foods that contain major food substances such as carbohydrates, proteins, and fats are recommended to ensure adequate nutrition. Eggs or side dishes that contain other proteins such as chicken, fish, red meat, and consumption of unsaturated fats also provide immunity. Unsaturated fats can be obtained from whole grains or nuts. However, we are also encouraged to limit the consumption of foods with excessive fat, sugar, and salt because they will trigger various diseases such as diabetes, obesity, and high blood pressure. Eating fresh fruits and vegetables supplies nutrients in the form of vitamins and minerals and fiber that the body needs. As with oranges and guavas, the antioxidant content of flavonoids in the fruit can ward off disease and provide endurance. We can also buy frozen or canned fruits and vegetables to reduce shopping activities outside the home. It should be noted that this canned food content because usually there are additional substances such as preservatives or artificial sweeteners. Apart from macro food substances, water also has an important role in the body. Water plays a role in the transportation of nutrients and compounds in the blood, regulating body temperature, cleansing toxins and impurities, and lubricating the joints. Drinking water can boost the immune system and keep the body hydrated. It is recommended to drink eight to ten glasses a day. Instead of drinking sugary drinks, water consumption also helps reduce the risk of excess calorie intake to maintain healthy ideal body weight. Although COVID-19 is not a food-borne disease, it helps us to always implement sanitation and aseptic measures of food products such as the application of hygiene measures in cleaning, separation of raw materials with mature ingredients, cooking, and food storage. In addition, supporting adequate intake of nutrients for the body at the time of lockdown also needs to be balanced with regular exercise, adequate rest, and doing stress relief activities. Obtaining a wide range of nutrients in sufficient circumstances, not lacking or excessive can help the body to stay healthy and reduce the risk of disease. (CL)
- Pentingnya Edukasi terhadap Perubahan Sosial dan Perilaku Masyarakat selama Pandemi COVID-19
artikel oleh Claudyne Li dalam Lomba Kajian Online KIPAS Mahasiswa BEM Fapet Unpad Sekilas tentang COVID-19 Pandemi COVID-19 menggambarkan krisis kesehatan global secara besar-besaran. Sejak kemunculannya pada Desember 2019, corona virus jenis baru (SARS-CoV-2) memicu epidemi sindrom pernapasan akut (COVID-19) pada manusia, berpusat di Wuhan, China. Hanya dalam waktu tiga bulan, virus ini telah menyebar ke lebih dari 118.000 kasus dan menyebabkan ribuan kematian di 114 negara, sehingga ditetapkan sebagai pandemi global oleh WHO. Berbagai upaya kampanye kesehatan telah dilakukan untuk memperlambat penyebaran virus dengan himbauan mencuci tangan, mengurangi sentuhan pada wajah, dan memakai masker di luar rumah serta penerapan physical distancing. Upaya pengembangan intervensi farmakologi untuk COVID-19 saat ini masih berlangsung. Sementara itu, krisis kesehatan juga berdampak pada perubahan perilaku berskala besar dengan beban psikologis yang signifikan pada manusia. Di sisi lain, pemerintah Indonesia pun masih berjuang dan belum menghasilkan solusi praktis di samping mengeluarkan berbagai kebijakan terutama kebijakan moneter dan fiskal tanpa lebih terfokus pada pada akar masalah, yaitu pengendalian wabah virus corona sendiri. Jika situasi ini terus berlanjut, ada kemungkinan rasa frustrasi masyarakat meledak menjadi konflik sosial (Satya, 2020). Oleh karena itu, studi tentang ilmu sosial dan perilaku manusia penting untuk memberikan wawasan berharga mempelajari pandemi dan dampaknya. COVID-19 merupakan ancaman? Salah satu respon emosional selama pandemi adalah rasa takut. Manusia, seperti hewan lainnya, memiliki seperangkat sistem pertahanan untuk memerangi ancaman luar. Emosi negatif yang dihasilkan dari ancaman dapat menular, dan ketakutan dapat membuat ancaman tampak lebih besar. Rasa takut yang kuat menghasilkan perubahan perilaku terbesar ketika orang tersebut merasakan self-efficacy tinggi, sedangkan rasa takut yang kuat dengan self-efficacy rendah menghasilkan respon pertahanan (sikap defensif) yang besar. Kejadian di Indonesia yang merebak di bulan-bulan lalu adalah penolakan jenazah pasien terinfeksi COVID-19. Kasus ini merupakan kisah pilu bukan hanya melihat kondisi jenazah saja namun juga kondisi mental para penolak jenazah, yang ironinya mereka juga menjadi ‘pasien’ anxiety disorder. Emosi sering mendorong persepsi bahwa suatu hal berisiko, kadang-kadang bisa melebihi informasi faktual. Respon emosional terhadap situasi berisiko dapat memengaruhi pemikiran seperti emosi memusatkan seseorang pada informasi yang sama (misalnya, informasi negatif ketika sedang merasa negatif). Ketika emosi negatif meningkat, seseorang mungkin lebih mengandalkan informasi negatif tentang COVID-19 daripada informasi lain yang lebih positif untuk membuat keputusan. Media biasanya melaporkan COVID-19 secara negatif — misalnya, dengan melaporkan jumlah orang yang terinfeksi dan orang yang meninggal. Hal ini dapat meningkatkan emosi negatif dan membuat orang sensitif terhadap pemikiran yang buruk. Ancaman lain adalah bahwa orang sering menunjukkan ‘optimism bias’ yaitu keyakinan bahwa hal-hal buruk lebih kecil kemungkinannya menimpa diri sendiri daripada orang lain. Sementara optimism bias (mungkin) berguna untuk menghindari emosi negatif, namun dapat membuat seseorang meremehkan kemungkinan mereka tertular penyakit sehingga mengabaikan peringatan kesehatan masyarakat. Strategi komunikasi yang baik harus mencapai keseimbangan antara melawan optimism bias tanpa menimbulkan perasaan cemas dan ketakutan yang berlebihan. Ketakutan dan ancaman yang dialami memiliki konsekuensi tidak hanya bagaimana orang berpikir tentang diri mereka sendiri, tetapi juga bagaimana perasaan mereka dan reaksi terhadap orang lain — khususnya, kelompok luar. Misalnya, ancaman penyakit sering dikaitkan dengan tingkat etnosentrisme yang tinggi (sudah banyak laporan serangan fisik terhadap orang-orang etnis Asia di negara-negara berkulit putih, dan beberapa pejabat pemerintah salah mengartikan SARS-CoV-2 sebagai ‘Wuhan’ atau ‘virus China’). Selain itu, ada kepercayaan umum bahwa ketika dalam bahaya, orang-orang merasa panik, terutama di tengah keramaian. Artinya, mereka bertindak secara membabi buta dan keluar dari zona pertahanan diri yang berpotensi membahayakan kelangsungan hidup semua orang. Pemikiran ini telah digunakan untuk menjelaskan tanggapan terhadap wabah COVID-19 dalam kaitannya dengan gagasan ‘panic buying’. Edukasi dalam Konteks Sosial Perilaku orang dipengaruhi oleh norma sosial, apa yang mereka anggap orang lain lakukan atau apa yang mereka pikir orang lain setujui atau tidak setujui. Merubah perilaku dengan memperbaiki kesalahan persepsi semacam itu dapat dicapai dengan pesan-pesan publik yang memperkuat norma positif (misalnya, promosi kesehatan). Memberikan informasi yang akurat tentang apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang kemungkinan akan membantu misalnya apa yang dilakukan kebanyakan orang tersebut adalah hal-hal yang membangun (mempromosikan kesehatan). Norma sosial atau kebiasaan sosial yang dirasakan akan menjadi efektif untuk orang-orang dekat di sekitarnya yaitu dengan siapa informasi itu dibagikan. Media atau jejaring sosial dapat memperkuat penyebaran perilaku baik yang berbahaya maupun bermanfaat, dan efek ini dapat menyebar melalui jaringan dari teman ke teman. Intervensi (campur tangan) yang lebih besar datang bukan dari efek langsung pada orang yang menerima intervensi, tetapi dari efek tidak langsung pada kontak sosial mereka yang meniru suatu perilaku. Seseorang sangat reaktif terhadap pilihan yang dibuat oleh orang lain, terutama kerabat dekat. Suatu cara untuk meminimalkan dampak buruk perubahan sosial adalah 'dorongan' secara persuasif yang bisa memengaruhi perilaku. Komunikasi Sains (Science Communication) Penyebaran informasi di sekitar pandemi menggarisbawahi pentingnya komunikasi sains yang efektif. Pandemi COVID-19 telah menyebabkan peningkatan perihal teori konspirasi, berita palsu dan informasi yang salah. Teori konspirasi muncul tak lama setelah berita pertama COVID-19 dan terus berlanjut. Beberapa pihak prihatin tentang asal-usul virus SARS-CoV-2, misalnya, bahwa itu adalah bioweapon yang dibuat oleh China untuk memicu perang terhadap Amerika atau sebaliknya. Pihak lain berfokus pada pencegahan dan penyembuhan. Tidak heran bahwa teori konspirasi telah berkembang saat ini. Seseorang akan lebih tertarik pada teori konspirasi ketika merasa ‘frustrasi’. Dengan demikian, teori konspirasi dapat menjadi daya tarik lebih karena COVID-19 menyebar dan banyak orang mengisolasi diri. Memberikan informasi faktual kepada orang-orang sebelum terpapar teori konspirasi dapat mengurangi keyakinan teori konspirasi, dan strategi ini mungkin bekerja dalam upaya untuk memerangi teori konspirasi yang relevan dengan pandemi saat ini. Namun, karena beberapa orang cenderung mengonsumsi informasi dalam ‘echo-chambers’ yang sepaham, memerangi teori konspirasi tetap menjadi tantangan. Berita palsu dan informasi yang salah (misinformation) tentang COVID-19 telah menyebar luas di media sosial, dengan konsekuensi yang berpotensi berbahaya. Penelitian yang sedang berkembang menggunakan ilmu sosial untuk memahami dan melawan penyebaran berita palsu. Salah satu pendekatannya adalah menghilangkan prasangka menggunakan pengecekan fakta (fact-checking) dan koreksi. Keahlian sumber dan koreksi yang memberikan penjelasan kausal cenderung meningkatkan efektivitas melawan informasi yang salah. Pendekatan preventif lainnya melibatkan dorongan halus yang mendorong orang untuk mempertimbangkan keakuratan. Musyawarah berkaitan erat dan menyebabkan berkurangnya kepercayaan pada berita palsu yang beredar di media sosial. Platform sosial dapat mendorong pengguna untuk memberi keakuratan, misalnya secara berkala meminta pengguna tersebut untuk menilai keakuratan berita mereka. Melawan berita palsu tentang COVID-19 di seluruh dunia secara efektif perlu dukungan pemerintah dan media yang mengembangkan dan menguji intervensi. Di Indonesia sendiri, pemerintah dianggap belum mengerahkan upaya-upaya memberikan transparansi informasi. Walau ditepis oleh presiden, namun beberapa pihak masih berpendapat bahwa informasi mengenai wilayah dan tempat yang terdampak, penting untuk diketahui publik diimbangi dengan menjaga kerahasiaan identitas pasien. Di sini, upaya terkoordinasi antarindividu, komunitas dan pemerintah dibutuhkan untuk memerangi penyebaran penyakit dengan mengirim ‘sinyal kuat’ kerja sama dan framework yang sejalan. Tingkah Laku Prososial Perilaku individu yang hidup dalam komunitas diatur oleh norma dan nilai moral. Orang yang melakukan apa yang 'benar', dihormati dan dikagumi secara publik, sementara mereka yang melakukan apa yang 'salah' didevaluasi (tidak dihargai) dan dikecualikan secara sosial. Masalah ini berkaitan dengan moralitas dan kerja sama yang dapat mendorong perilaku prososial oleh individu dan kelompok. Oleh karena itu, terdapat tindakan untuk mendukung perilaku prososial dari individu dengan mengesampingkan persepsi-persepsi negatif, seperti: 1. Berpikir zero-sum. Orang sering berpikir keuntungan orang lain (terutama seseorang yang bersaing dengannya) merupakan kerugian untuk diri mereka sendiri, dan sebaliknya. Berpikir zero-sum berarti meskipun secara psikologis mungkin menarik untuk menimbun alat kesehatan (sanitizer, masker, vaksin) di luar kebutuhan, hal itu bisa saja merugikan diri sendiri. Berpikir zero-sum mungkin membantu untuk membuat orang ‘sadar’ tentang pemikiran menghambat upaya orang lain mencegah penyakit adalah keuntungan bagi dirinya sendiri (Bavel dkk., 2020). 2. Kerjasama dalam kelompok. Memerangi pandemi global membutuhkan kerja sama skala besar. Masalahnya adalah kerja sama menuntut orang untuk menanggung biaya individu demi keuntungan orang lain. Memberikan isyarat bahwa tindakan bermoral adalah suatu tindakan penting telah terbukti meningkatkan kerja sama. Orang-orang juga cenderung bekerja sama ketika mereka tahu bahwa orang lain bekerja sama. Oleh karena itu, intervensi berdasarkan observasi dan norma-norma deskriptif sangat efektif untuk meningkatkan perilaku kooperatif, misalnya menunjukkan bahwa para pemimpin dan media dapat mempromosikan kerja sama dengan membuat perilaku ini lebih dapat diamati. 3. Kepemimpinan (leadership). Adanya jiwa kepemimpinan dapat mengoordinasikan individu dan membantu masyarakat menghindari perilaku yang tidak bertanggung jawab secara sosial. 4. Kepercayaan. Selama pandemi, dinas kesehatan perlu membujuk penduduk untuk melakukan sejumlah perubahan perilaku dan mengikuti kebijakan kesehatan yang bertujuan untuk mengendalikan diri seperti melakukan karantina atau melaporkan secara sukarela pengujian medis. Langkah-langkah seperti itu mungkin sulit untuk ditegakkan. Kepercayaan pada lembaga dan pemerintah dapat memainkan peran penting (Lenward, 2020). Informasi terpercaya dan pesan kesehatan masyarakat diperlukan dari para pemimpin nasional dan lembaga kesehatan. Menghindari Gangguan Stres dan Kecemasan Pandemi COVID-19 cenderung menjadi pemicu utama, terutama dalam hal kecemasan kronis dan kesulitan ekonomi. Efek tersebut dapat diperburuk oleh kebijakan mengisolasi diri atau social distancing yang dapat meningkatkan isolasi sosial dan berkurangnya hubungan antarindividu. Koneksi sosial membantu orang mengatur emosi, mengatasi stres, dan tetap bertahan selama masa-masa sulit. Sebaliknya, kesepian dan isolasi sosial memperburuk beban stres dan sering menghasilkan efek buruk pada kesehatan mental, kardiovaskular, dan sistem imun tubuh. Distancing memperburuk perasaan kesepian dan dapat menghasilkan konsekuensi kesehatan jangka panjang yang negatif. Dalam istilah psikologis, kesepian ditafsirkan sebagai keadaan subjektif bahwa seseorang tidak mengalami cukup koneksi sosial, sedangkan isolasi adalah kurangnya interaksi sosial yang objektif. Seseorang dapat diisolasi tetapi tidak kesepian, atau dalam konteks lain gambarannya seperti kesepian di tengah orang banyak. Dengan demikian, istilah ‘social distancing’ mungkin menyiratkan bahwa seseorang perlu menghilangkan interaksi. Istilah alternatif yang berguna mungkin ‘physical distancing’ untuk membantu menyoroti fakta bahwa hubungan sosial dimungkinkan bahkan ketika orang terpisah secara fisik. Interaksi online juga dapat menumbuhkan koneksi baik menerima dan memberi dukungan secara online yang dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis. Perhatian khusus harus diberikan untuk membantu orang yang kurang terbiasa dengan teknologi untuk belajar bagaimana memanfaatkan koneksi digital. Upaya menghadapi pandemi global dalam menghindari stres sama sekali bukan pilihan. Pola pikir sehat dan penilaian terhadap setiap situasi dapat mengubah dampaknya. Menumbuhkan pola pikir sehat dapat meningkatkan kemungkinan ‘stress-related growth’, sebuah fenomena di mana pengalaman yang penuh tekanan berfungsi untuk meningkatkan kekuatan fisiologis, membantu mengatur kembali prioritas yang mengarah pada deep-relationship, dan menghargai arti kehidupan. Kesimpulan Penanganan penyakit global COVID-19 memerlukan tindakan mendesak untuk mengurangi dampak yang berpotensi merusak, yaitu tindakan yang dapat didukung oleh ilmu dan edukasi sosial terhadap perubahan perilaku masyarakat. Terkait hal itu, WHO dalam Rimal dan Lapinski (2009) mengatakan bahwa “health communication is seen to have relevance for virtually every aspect of health and well-being, including disease prevention, health promotion and quality of life”. Selain itu, berbagai upaya perlu dibarengi dengan kerja sama dan dukungan antarpihak baik masyarakat, lembaga, maupun pemerintah. Referensi Bavel, J.J.V., Baicker, K., Boggio, P.S. 2020. Using social and behavioural science to support COVID-19 pandemic response. Nat Hum Behav. Lewnard, J.A. 2020. Scientific and ethical basis for social-distancing interventions against COVID-19. The Lancet Infectious Disease. Rimal, R. N. dan Lapinski, M. K. 2009. Why health communication is important in public health. Bull. World Health Organ, 87:247–247a. Satya, P.A. 2020. COVID-19 dan Potensi Konflik Sosial. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional.
- Mengenal Olahraga Berkuda, Barrel Racing
artikel oleh Claudyne Li Definisi Barrel racing merupakan olahraga berkuda dalam acara rodeo di mana kuda dan penunggangnya mencoba untuk menyelesaikan pola daun semanggi di sekitar barel dalam waktu tercepat. Olahraga ini awalnya diperuntukkan bagi wanita. Barrel racing menggabungkan kemampuan atletik kuda dan keterampilan menunggang kuda oleh penunggangnya dengan aman dan dapat berhasil membuat teknik agar kuda melintasi pola sekitar tiga barel yang ditempatkan dalam sebuah segitiga di pusat arena. Pola Hal pertama dalam memulai Barrel racing adalah melakukan pola yang benar; penunggang harus menilai kecepatan kudanya pada saat yang tepat untuk masuk ke jalan yang benar untuk membuat putaran sempurna. Penunggang dapat memutuskan apakah akan berputar ke kiri atau kanan pada barel pertama. Saat kuda sudah bersiap untuk memasuki arena, penunggang juga harus dalam posisi siap, yang mensyaratkan duduk di pelana, menggunakan satu tangan untuk memandu kuda agar kuda memutari barel. Kaki pengendara diposisikan erat pada sisi kuda; kaki diposisikan ke bagian pada setiap pergantian agar menekan rusuk kuda dan memberi mereka focal point untuk berputar. Pada posisi mendekati barel kedua, penunggang harus berfokus pada titik masuk barel kedua, di seberang arena. Kuda dan penunggangnya harus menuju arah barel yang berlawanan seperti menyilang. Sama seperti barel kedua, pada barel ketiga, kuda tersebut juga menyilang seperti membentuk sebuah pola daun semanggi (clover leaf). Biasanya jarak yang harus diputari kuda terhadap barel-barel tersebut adalah sebagai berikut: • 90 kaki antara barel 1 dan 2. • 105 kaki antara barel 1 dan 3 dan antara 2 dan 3. • 60 kaki dari barel 1 dan 2 dengan Score Line. Di arena besar, jarak diijinkan maksimum 105 kaki antara barel 1 dan 2, dan jarak maksimum 120 kaki antara barel 2 dan 3, 1 dan 3. Barel 1 dan 2 setidaknya harus 18 kaki dari sisi arena. Barel 3 harus tidak lebih dari 25 kaki ke ujung Arena, dan harus ditetapkan tidak lebih dari 15 kaki dari barel pertama dan kedua. Jika memungkinkan ukuran arena, barel harus ditetapkan 60 kaki atau lebih besar. Di arena kecil dianjurkan pola dikurangi secara proporsional dari pola standar barel. Pola di atas adalah pola yang ditetapkan untuk Women's Professional Rodeo Association (WPRA), dan The National Intercollegiate Rodeo Association (NIRA). The National Barrel Horse Association (NBHA) menggunakan tata letak berikut untuk mengatur pola barel: • Minimal 15 kaki antara masing-masing dua barel pertama dan sisi pagar. • Minimal 30 kaki antara barel ketiga dan pagar belakang. • Minimal 30 kaki antara score line dan barel pertama. Peraturan Dalam balap barel, kuda dengan waktu tercepat memutari ketiga barel menang. Pembalap barel dalam kompetisi di tingkat profesional harus memerhatikan detail teknik perlombaan pada kecepatan tinggi. Kontrol yang tepat diperlukan untuk menang. Penunggang diperbolehkan untuk memilih baik barel kanan atau kiri sebagai barel pertama mereka tetapi harus menyelesaikan pola dengan benar. Berjalan melewati barel dan melewati pola tidak mendapat skor dan didiskualifikasi. Jika seorang pembalap barel atau kudanya menyentuh barel akan mendapat penalti waktu lima detik (kadang-kadang lebih), yang biasanya akan mengakibatkan penambahan waktu yang dicapai. Ada batas waktu enam detik untuk menyelesaikan perlombaan setelah waktu dimulai. (CL)
- Tradisi Saptonan
artikel oleh Claudyne Li dan Benita Nadira Apa itu tradisi Saptonan? Saptonan merupakan permainan adu ketangkasan dalam menunggang kuda sambil melempar tombak ke dalam lingkaran cincin (diameter 10 cm) yang berada di bawah ember berisikan air dari tujuh sumur. Ember tersebut tingginya tiga meter dari tanah. Pemenangnya ialah pelempar tombak yang mampu memasukkan tombak ke dalam cincin tanpa menumpahkan air dalam ember, dan menjatuhkan kudanya. SEJARAH Secara etimologi dan historis, kegiatan Saptonan dan Panahan Tradisional adalah acara rutin setiap hari Sabtu setelah kegiatan serba raga (sidang) yang dilaksanakan disekitar istana kerajaan Kajene (Kuningan) dan mempunyai makna yang dalam seperti heroisme, ketangkasan berkuda dan panahan dalam bela negara serta kebersamaan antara pemerintah dengan rakyatnya. Dalam upaya promosi kepariwisataan daerah dan pelestarian nilai nilai budaya tradisional daerah serta memeriahkan hari jadi Kuningan, setiap tahun pada bulan September diselenggarakan Saptonan dan Panahan Tradisional. Kesenian tradisi saptonan pada zaman dahulu dimainkan setiap hari Sabtu (berasal dari kata saptu). Permainan saptonan selain dulunya dimainkan keluarga kerajaan, juga dimainkan oleh kepala desa (demang) dan camat (tumenggung) yang ada di wilayah Kuningan. Seiring perkembangan zaman, permainan ini lambat laun di sukai oleh masyarakat terutama yang memiliki kuda dan kemudian berkembang menjadi agenda rutin tahunan oleh masyarakat Kuningan. KUDA WINDU Kuda Windu menjadi bagian dari sejarah yang melekat erat dengan sejarah Kabupaten Kuningan. Kuda ini merupakan kuda perang yang menjadi simbol kabupaten Kuningan. Oleh karena kegesitannya, pada hari jadi kabupaten Kuningan selalu diadakan saptonan. PERMAINAN SAPTONAN Sebelum memulai tradisi saptonan, masyarakat melakukan arak-arakan dengan memakai kostum kerajaan lengkap disertai replika pedang dan perisai yang diikuti masyarakat lain yang berperan sebagai rakyat jelata. Setelah sampai di lapangan, kepala desa (demang) dan camat (tumenggung) akan menyerahkan upeti yang berisi makanan dan hasil bumi kepada bupati sebagai persembahan. Kemudian upeti tersebut akan dibagikan kepada para penonton yang hadir menyaksikan tradisi saptonan tersebut. Dulunya, saptonan diikuti oleh banyak orang bisa sampai ribuan, dikarenakan kuda merupakan satu-satunya transportasi yang memudahkan waktu itu. Berbeda dengan sekarang, pemilik kuda di Kuningan dapat dihitung dengan jumlah tidak banyak sehingga pesertanya pun hanya beberapa orang saja. (CL-BN)
- A Brief History of Hanzi
a journal review by Claudyne Li Writing, the carrier of culture and the symbol of human civilization, first appeared in Sumer (Sumer language, a language isolate that was spoken in Mesopotamia). Like other ancient languages of Egypt and India, ancient Sumerian symbols have been lost in the process of history, but only Chinese characters still remain in use today. They have played a significant role in the development of Chinese language and culture. Chinese characters from the earliest Chinese hieroglyphs to today’s simple characters have undergone through a very long process of development which can be divided into two periods: ancient writing and modern writing. Associated with these two periods, Chinese characters had experienced several times of evolution into many different script forms. Oracle bone script of the Shang Dynasty (1711–1066 BC) is the earliest systematic form of Chinese characters inscribed on animal bones and tortoise shells. Then Chinese characters evolved through bronze script of the Zhou Dynasty (1066–256 century BC), seal script in the late Zhou Dynasty and Qin Dynasty (221–206 BC), official script in the Qin Dynasty and the Han Dynasty (206 BC-220 AD) and regular script. Based on pictographs, Chinese characters gradually developed from the form of drawings to strokes and from complex to simple ones. Earliest Character in China Oracle bone script (Chinese: 甲骨文, Pinyin: jiăgŭwén) is the inscription on animal bones and tortoise shells of the Shang Dynasty (1711–1066 BC). It was first excavated by the local farmers in Xiaotun Village, Anyang, Henan Province and was sold as a kind of traditional Chinese medicine called “longgu” (dragon bones). In 1899, Wang Yirong, epigraphist of Qing Dynasty (1616–1911), who had a great interest in ancient characters, found many inscriptions on longgu when he bought traditional Chinese medicine, and he thought these inscriptions were ancient characters. Now 150,000 pieces of animal bones and tortoise shells have been unearthed from the ruins of Yin and other places, including more than 4,500 distinctive characters. As the oracle bone script had the strong features of pictograph and ideograph, some characters could still be recognized by people, although in an early stage of development. The oracle bone script from the ruins of Yin consisting of phrases and simple sentences, shows that a well-structured script with a complete system of written signs has been formed in the early age. Ancient Chinese Characters The following phase in the evolution of Chinese characters is represented by symbols inscribed on bronze bells and vessels from Zhou Dynasty (1066–256 BC), a writing known as “bronze script”. In addition, the characters casted in bronze ware are also called 金文 or 钟鼎文 in Chinese (Pinyin: jīnwén or zhōngdĭngwén, respectively) with “wén” meaning “inscription”, because bronze was called “jīn” at that time, Zhōng meant bell and Dĭng (tripodal vessels used for sacrifice) were the symbols of power and position. In the “Age of Bronze Ware” of China during the period of Shang and Zhou Dynasties, bronze ware was casted as a container, and most often as the sacrificial vessels to inscribe great events such as sacrifice, battle results, trade of slaves, etc. in a style just like the oracle bone script. The bronze inscriptions, looked like drawings, but had made a significant progress from pictographic forms to block-shaped linear words we use today. Toward the end of the Zhou Dynasty, a new script called the “seal script” (Chinese: 篆書, Pinyin: zhuànshū) begun to be used in Qin State. This script was usually written on bamboo slips and pieces of silk or inscribed on rocks and stones. Owing to the regular and symmetric structure, rounded and graceful lines, it is deemed to be the most beautiful style of characters in ancient China by calligraphers. It is still used for inscribing names on a seal today. There are two kinds of seal script: large or great seal script (Chinese: 大篆, Pinyin: dàzhuàn) and lesser or small seal script (Chinese: 小篆, Pinyin: xiǎozhuàn). The large seal script is a traditional reference to all types of Chinese writing systems used before the Qin Dynasty. However, due to the lack of research achievements and precision, scholars often avoid the large seal script, instead of using more specified terms to the examples of writing. The large seal script was widely used in many vassal states in the Spring and Autumn Period (770–476 BC). It was more regular and symmetrical than bronze inscription in writing system. From some unearthed artworks, the large seal script is generally represented by the stone drum inscription (in about 770–325 BC). During the new era – the Warring States Period (457–221 BC), Chinese characters used by seven states had different ways of writing. After the Qin State conquered the other six states and established the Qin Dynasty (221–206 BC), Emperor Qin Shihuang unified characters in order to strengthen his control. Based on the Large Seal script and rearranging the variant forms of characters in each state, the unified characters were decreed, called lesser or small seal script which was the official style of characters in Qin Dynasty used for all the documents of the government. It was the result of the first extensive simplification and standardization of Chinese characters. Modern Chinese Characters After the unification of China, the seal script was still popular, but could not satisfy the needs of people because of its lengthened and curved lines being written were quite time-consuming, so another faster and convenient style of writing called “clerical script” (Chinese: 隶书, Pinyin: lìshū) appeared during the late of the Qin Dynasty and the Han Dynasty (206 BC – 220 AD). “Lì” meant a slave or prisoner in servitude, thus some scholars inferred that the new style of character was created by the slaves or prisoners serving the state which dealt with a large number of relatively official documents. Toward the end of the Han Dynasty, the strokes with the wavy endings and some thick curvy lines seen in the clerical script became smooth and straight. This change is known as “regularization” after which the characters called the regular script (Chinese: 楷书, Pinyin: kăishū) appeared at the end of the Eastern Han Dynasty and replaced the clerical script to be the major font of daily writing. The regular script could serve as an example for learning by the people generation after generation even up to present days because it is much simpler and easier to be written than the clerical script. It has been the standard and formal writing style for more than 1,800 years with the widest and longest usage. Reform of Modern Chinese Characters The Chinese characters abandoned complicated and difficult forms and adopted simpler and easier forms. In this way the same character has not only changed the shape in various ways but also simplified the pattern although its rudimental meaning stayed relatively unchanged. However, many characters still remained complicated and were difficult to learn. Some have variations caused by many centuries of use, others arose from a lack of uniformity. Draft script or grass script (Chinese: 草书, Pinyin: cǎoshū) a cursive variant of the standard Chinese scripts lishu and kaishu and their semicursive derivative xingshu. The script developed during the Han Dynasty (206 BC– 220 AD), and it had its period of greatest growth during the Tang Dynasty (618–907). In draft script, the number of strokes in characters are reduced to single scrawls or abstract abbreviations of curves and dots. Strokes of varying thickness and modulation show a great variety of shapes. Draft script is not bound by rules for even spacing, and characters need not be of the same approximate size; the calligrapher thus has the fullest freedom of expressive movement of line. Running script (Chinese: 行书, Pinyin: xíngshū) a semicursive Chinese script that developed out of the Han Dynasty lishu script at the same time that the standard kaishu script was evolving (1st–3rd century AD). The characters of xingshu are not abbreviated or connected, but strokes within the characters are often run together. It is derived from clerical scipt,, and was for a long time after its development in the 1st centuries AD, become the usual style of handwriting. The best-known example of early surviving Chinese calligraphy, Lanting Xu (“Essay on the Orchid Pavilion”), written in 353 by Wang Xizhi but surviving only in several fine tracing copies and other forms of duplication such as rubbings, is written in this script. Simplified Chinese Characters Simplified script (Chinese: 简化字, Pinyin: jiǎnhuàzì) are standardized Chinese characters prescribed in the Table of General Standard Chinese Characters for use in mainland China. Along with traditional Chinese characters, they are one of the two standard character sets of the contemporary Chinese written language. The government of the People's Republic of China in mainland China has promoted them for use in printing since the 1950s and 1960s to encourage literacy. They are officially used in the People's Republic in China, Malaysia, and Singapore. Traditional Chinese characters are officially used in Hongkong, Macau, the Republic of China (Taiwan) and occasionally in the Chinese community of Malaysia and Singapore. Other overseas Chinese communities generally tend to use traditional characters. Simplified script may be referred to by their official name above or colloquially. In its broadest sense, the latter term refers to all characters that have undergone simplifications of character "structure" or "body", some of which have existed for thousands of years alongside regular, more complicated forms. Simplified character forms were created by reducing the number of strokes and simplifying the forms of a sizable proportion of Chinese characters. Some simplifications were based on popular cursive forms embodying graphic or phonetic simplifications of the traditional forms. Some characters were simplified by applying regular rules, for example, by replacing all occurrences of a certain component with a simplified version of the component. Variant characters with the same pronunciation and identical meaning were reduced to a single standardized character, usually the simplest amongst all variants in form. Finally, many characters were left untouched by simplification and are thus identical between the traditional and simplified Chinese orthographies. Reference Wei, B. 2014. The Origin and Evolvement of Chinese Characters. GDAŃSKIE STUDIA AZJI WSCHODNIEJ, 5:33-43.
- Film 'The Farewell', Berbohong Demi Kebaikan
review film oleh Claudyne Li Kalimat "based on an actual lie" menjadi kalimat pembuka yang nyentrik dari film The Farewell. Alur cerita yang sederhana namun menyuguhkan sisi perseptif dipadukan dengan genre komedi ini disutradarai dan ditulis sendiri oleh Lulu Wang. Seorang rapper Chinese-Amerika, Awkwafina berperan sebagai karakter utama Billi dalam film ini. Ia juga telah bersinar sebelumnya dalam film Ocean's 8 dan Crazy Rich Asians walau hanya sebatas supporting-role. The Farewell menggabungkan unsur budaya dari dua negara, Timur dan Barat yang secara keseluruhan dikemas apik menjadi gagasan dengan penggambaran yang jelas di tengah-tengah suatu masalah kehidupan. Masalah bermula ketika peran Billi, yaitu warga Amerika berdarah China sedang berjalan di jalanan New York sambil asyik mengirim pesan kepada Nai nai-nya (Zhao Shuzhen). Hal ini merupakan rutinitas Billi selama di New York untuk melepas rindu terhadap Nai nai. Sang Nai nai yang saat itu berkirim pesan pada Billi, rupanya sedang berada di rumah sakit. Di sinilah awal mula terungkap penyakit yang diderita Nai nai dan hanya diketahui oleh saudara perempuannya. Pada akhirnya, berita sakitnya Nai nai ini sampai ke telinga ayah Billi (Tzi Ma). Gaya hidup liberal dengan budaya China sangat bertolak belakang, membuat Billi dilanda kebimbangan ketika dirinya mengetahui bahwa sang Nai nai telah didiagnosis menderita kanker stadium akhir. Orang tua Billi dan keluarganya memilih untuk merahasiakan penyakit tersebut dari Nai nai. Tepatnya, ini adalah berbohong demi kebaikan. Billi menganggap bahwa kebohongan tentang kesehatan adalah kebiasaan dari orang China. “Chinese people have a saying: when people get cancer, they die. But it’s not the cancer that kills them, it’s the fear.” ujar ibunya. Namun, ia menentang untuk terus merahasiakan dan mendesak agar Nai nai-nya segera tahu tentang penyakit yang dideritanya itu. Padahal sejak awal cerita, Billi juga merupakan seorang pembohong karena merahasiakan kehidupannya dengan mengada-ngada bahwa ia telah menjadi penulis hebat di New York -sebuah kontradiksi yang apik. Lama-kelamaan kebohongan ini semakin menjadi-jadi. Bahkan untuk menipu Nai nai, keluarganya rela berbohong dengan mengadakan acara pernikahan sepupu Billi yang baru berpacaran selama tiga tahun. Hal ini mereka lakukan agar mereka dapat berkumpul untuk terakhir kalinya bersama Nai nai sekaligus mengalihkan perhatiannya. Terlepas dari penyakitnya dan usianya yang lanjut, Nai nai benar-benar bugar dan tidak memungkinkan apa pun untuk melewatinya. Dia bisa berterus terang frontal, tetapi pengamatan dan nasehatnya selalu penuh dengan perasaan dan cinta. Tidak ada yang lebih daripada kasih sayang yang selalu ia beri kepada Billi, dilihat dari hangatnya suasana antara Zhao dan Awkwafina. Kalau kamu punya seorang nenek seperti ini dalam kehidupanmu, pasti kamu juga turut merasakan kebahagiaan itu; tapi kalau tidak, kamu pasti menginginkan suasana itu. Uniknya, The Farewell telah sukses menggabungkan kedua unsur budaya tanpa penilaian mengenai pendekatan siapa yang terbaik, membuatnya kontras dan seimbang. Pandangan umum yang berkembang di budaya barat lebih terbuka dan lugas dalam menyampaikan pendapat, emosi, ataupun kebenaran. Sementara orang timur, lebih tertutup dan menahan diri. Cara penulis menyulap humor dari situasi yang tampaknya menyedihkan ini membingungkan lagi -dan lagi, apakah jalan ceritanya berakhir sedih atau bahagia. Kamu akan merasa seolah-olah telah tenggelam di kota, keluarga, dan kehidupan mereka. Kamu bahkan mungkin sering berubah pikiran selama film berlangsung tentang bagaimana cara menangani dilema semacam itu sendiri. Empati terhadap kedua sisi menjadikan daya tarik tersendiri dari film yang diproduksi tahun 2019 ini. Mungkin kamu (bisa) menyediakan tisu sebelum menonton, karena di samping Zhau mendalami peran yang ceria, ia juga akan merobek hati penonton pada akhir film. Namun, saya terutama sangat tertarik dengan adegan heartwarming antara Billi dan Nai nai. Pada akhirnya, kamu akan menemukan keseimbangan yin dan yang, komedi, kesedihan, kepahitan, ditutup dengan satu akhir paling sempurna yang pernah kamu lihat. Secara keseluruhan, film ini nyaris sempurna, dan merupakan salah satu film terbaik di tahun 2019. So, ready to blow your mind by its twist? (CL)
- Home Remedies for Your Coughs
Coughing not only annoys you but also makes you persona non grata at the movies, the symphony, and any other place where people congregate. But if you have a “wet” cough, you don’t want to suppress it; that’s because it’s the body’s way of clearing out mucus. Rather, you actually want to encourage it so you can get rid of the phlegm faster and get the coughing over with. If you have a “dry” cough, on the other hand, the trick is to coat the throat and tame the tickle. What's wrong? Most likely, a cold or the flu is the cause of your hacking. An infection of the upper respiratory tract can cause swelling and irritation of the upper airways and, at times, mucus, which you cough up as phlegm. There are two kinds of coughs. A wet, or productive, cough, which yields mucus, is usually caused by allergies, colds, or other respiratory infections. A dry, or unproductive, cough may also be caused by a cold but is more often caused by cigarette smoke, dust, fumes, or some other form of irritation. This cough does nothing but irritate your throat, making you hack more. Take the Candy Cure • For “wet” coughs, suck on horehound candy, available in drugstores. A bittersweet herb, horehound acts as an expectorant, triggering the coughing reflex and helping bring up phlegm. • For “dry” coughs, rely on slippery elm lozenges. Made from the bark of the slippery elm tree, these were once medicine-chest staples. Slippery elm is loaded with a gel-like substance that coats the throat and keeps coughing to a minimum. • No slippery elm lozenges? For a dry cough, any hard candy will do because it increases saliva and causes you to swallow more, suppressing coughs. Lemon drops work especially well for “wet” coughs. • Another remedy calls for combining peppermint candy, lemon juice, and honey. Heat the candy in lemon juice until the latter is dissolved. Then add honey and stir. Take 1 to 2 tablespoons as needed. Dose a Cough with Down-Home Syrups • Blend lemon juice with a little honey, then add a pinch of cayenne pepper and swallow. The honey coats your throat, soothing irritated tissues, while the lemon reduces inflammation and delivers a dose of infection-fighting vitamin C. The red pepper increases circulation to the area, which hastens the healing process. • A very simple cough syrup calls for 2 tablespoons lemon juice and 1 tablespoon honey. Heat until warm and take as many teaspoons as you need, Add a bit of grated onion for a stronger kick. Onions contain irritating compounds that trigger the cough reflex and bring up phlegm. • Peel and finely chop 6 medium onions. Put them, along with a half-cup honey, into the top of a double boiler or in a pan over a pot of boiling water. Cover and let simmer for 2 hours. Strain and pour the mixture into a covered jar. Take 1 tablespoon every 2 to 3 hours. • For a throat-soothing syrup, mix 5 or 6 cloves with 1 cup honey and leave the mixture in the refrigerator overnight. In the morning, remove the cloves and take 1 teaspoon or 1 tablespoon of the honey as needed. Cloves dull the pain of a sore throat, while honey soothes inflamed throat tissues. • Rock candy, made from crystallized sugar, and one of the oldest forms of candy, is the basis of several old-time cough syrups. One recipe combines 1 box rock candy, 1 pound raisins, the juice of 3 lemons, one half-cup sugar, and enough whiskey to form a syrup. Another calls for 1 pound rock candy, 4 jiggers brandy, a half-jar honey, and the juice of 3 lemons. You’ll have to make either recipe ahead of time, as it takes a few weeks for the rock candy to dissolve. • For a tasty old-time cough syrup, slice 3 lemons and place them in a pan with honey and a bit of horehound leaves and flowers. Horehound, a bitter herb once popular in cough “candies,” acts as an irritant to trigger the cough reflex and bring up phlegm. Simmer the concoction until the syrup thickens. Strain the syrup and let it cool. Brew Up a Cough-Taming Tea • Thyme is an expectorant and also contains substances that relax the respiratory tract. To make thyme tea, place 2 tablespoons fresh thyme (1 tablespoon dried) in a cup of hot water. Allow it to steep, then drain out the herb, add honey if you like, and drink. • Sip a cup of marshmallow tea. When combined with water, marshmallow yields a gooey mucilage that coats the throat and also thins mucus in the lungs, making it easier to cough up. To make the tea, steep 2 teaspoons of the dried herb in one cup hot water. Have a total of three cups a day. • Add 45 drops of licorice tincture to a cup of hot water and sip. Licorice loosens phlegm and relaxes bronchial spasms. A caution: Don’t take licorice for more than a few weeks, as it can raise blood pressure. • Steep 2 teaspoons horehound leaves or flowers in 1 cup boiling water, strain, and drink. • Practitioners of Ayurveda, the traditional medicine of India, recommend a spice tea that you can drink several times a day. To make the tea, add a half-teaspoon powdered ginger and a pinch each of clove and cinnamon powder to a cupful of just-boiled water and drink. Rub On Relief • Buy a chest rub that contains camphor or menthol and apply it to your throat and chest. Both of these substances have been FDA-approved as topical antitussives, which simply means they stop a cough. They should not be taken internally. • If you don’t have any store-bought chest rub, try making a mustard plaster to loosen up chest congestion. Mix one part mustard powder and two parts flour in a bowl. Add just enough water to make a paste. Spread the paste on a dishtowel, fold the towel in half, and press it against the skin. (Never put the mustard mixture directly on your skin.) Check your skin often and remove the plaster if your skin becomes too red or irritated. Some people suggest using an egg white instead of water to make a plaster that’s less likely to burn. Learn a New Coughing Technique • If your throat is strained and irritated from nonstop coughing, try this technique to head off a coughing fit. The next time you feel a cough coming on, force yourself to take a series of small, gentle coughs, finally ending with a large one. The tiny coughs help move mucus toward the upper part of your air passage so you can expel more of it with that last, big cough. Put Some Rhythm in Your Remedy • If you’re at home and you have a partner who can help, use a chest-percussion technique to help clear chest congestion. Lie on your stomach on a firm bed or mat. Ask your partner to slap cupped hands rhythmically over the back, progressing from the lower back up toward the neck. Repeat several times until your congestion starts to loosen up. Lights Out, Vapor On • To help prevent nocturnal coughing, use a humidifier in your room to moisten the air, particularly in winter. Source: Reader's Digest. 2015. 1801 Home Remedies: Doctor-Approved Treatments for Everyday Health Problems Including Coconut Oil to Relieve Sore Gums, Catnip to Sooth Anxiety, Tennis balls to Stop Snoring, and Vitamin C to Prevent Ulcers. The Reader's Digest Association, Inc. New York/Montreal.
- Zero Hunger In Pancasila Perspective
Original Title "SDGs Zero Hunger: Fight Against World Undernutrition" This article was supported in part to fulfill the task of subject TPB academic year 2017/2018 covering the subject of Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan and English. Correspondence concerning this article should be addressed to Claudyne Mayranie, Department of Animal Husbandry, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. World Hunger: Undernutrition Millions of people worldwide die each year from health problems related to undernutrition. About 2 billion out of the 6.2 billion people in the world may experienced episoded of food shortages and be affected by some form of micronutrient malnutrition. Undernutrition or better known as malnutrition is a severe nutritional state of gravity caused by the low consumption of energy and protein from food and occurs over a long-time period. Clinical signs of malnutrition can be broadly distinguished marasmus, kwashiorkor or marasmic-kwashiorkor. The problem of malnutrition is still a serious problem in Indonesia, currently millions people under-five are recorded to have poor nutritional status, mapping results from the Ministry shows that two of four children in 72% of districts across Indonesia suffer from malnutrition.1 Undernutrition can actually be experienced by anyone without knowing the social structure and economic factors. Chronic undernutrition leaves many people in the developing world in a continual state of depressed immune function, in turn greatly increasing the risk of death especially in childhood. The Role of Pancasila and Pendidikan Kewarganegaraan in Reducing Malnutrition Democracy by many parties, including the nutrition believe that Pancasila democracy is a system of community life that can guarantee citizens to achieve a prosperous life. Linked to the field of nutrition, democracy is a system of community life that can ensure clients to achieve optimal health related to food. Ethical codes of nutritionists are obliged to improve the state of nutrition, health, intelligence, and welfare of the people, both within the scope of nutritional service institutions or in general public. Minister of Health has released the regulation about Improved Nutrition No. 23 of 2014 article 2 to support the decreasing of malnutrition problem. It is said that efforts to improve nutritional status are aimed to guarantee: 1. Everyone has access to nutritional information and nutrition education. 2. Everyone mainly proneness nutrition has access to nutritious food 3. Everyone has access to nutrition and health services. The undertakings made by governments from the regulation released by the Minister of Health comprised promotive and preventive efforts, nutrition counseling, posyandu revitalization, and nutritional suplementation. The manifest of the Minister of Health Regulation listed in article 2 can be proved by: 1. Actualize family by advocacy and socialization of balanced nutrition. 2. Build a cooperation between sectors and partnerships with communities and businesses in mobilizing food supply resources. 3. Improve human resource capabilities and skills as well as public health service programs in the management of malnutrition, nutritional problems or nutritional counseling. In The Law No. 18 of 2012 chapter I article 1 by The House of Representatives of the Republic of Indonesia and the President of the Republic of Indonesia decides the law Concerning Food. This law explains that all Indonesians must have access to food. Food security in article 1 paragraph 4 is the fulfillment of food for the state up to the individuals, that is reflected by food availibility that is sufficient, both in quantity and quality, safe, diverse, nutritious, prevalent and affordable as well as not conflicting with religion, belief and culture, to live healthy, active and productive in a sustainable manner. In chapter II article 5 explains scope of implementation of Food Organization includes food availibility and food affordability. It means that the government must regulate in such a way that food is available and reachable by the people. Both of two articles from The Law No. 18 of 2012 implied the purpose of the law was to anticipate the lack of food availibility to reduce malnutrition problems. In the context of nutrition, one of the efforts to develop democratic culture among nutrition officers is through the application of Pancasila in the nutrition profession. As Indonesian we must recognize Pancasila, a guide for all forms of life of nation and state in Indonesia. Reducing Undernutrition Greatly reducing undernutrition in the developing world will be complicated and take considerable time to acomplish. Three basics approaches to counteract micronutrient deficiencies are suggested by the World Bank such as increase diversity of the food supply, fortify specific foods with nutrient and provide nutrient supplementation for individuals when necessary. These are possible solutions of hunger that contribute to meeting the overall goal: 1. Fortification of indigenous foods and access to nutrient supplements in high risk settings. 2. Educational opportunities especially for women. 3. Improved infrastructure (roads, schools, and irrigation system). 4. Support of small scale farming efforts, including fish farming. As mentioned before, the implementation of The Law No. 18 of 2012 was established in food availability and food affordability. In realizing food availability, government has the obligation to manage stability of food supply and price to achieve sufficient Staple Food that is safe and nutritious for people. In realizing food affordability, government implement policies in the sector of distribution, marketing, trading, staple food supply andd price stabilizations and food aid.
- Pemanfaatan Limbah Cairan Rumen Ternak dapat Menghasilkan Energi Listrik, Kok Bisa?
artikel oleh Claudyne Li Penggunaan energi listrik menjadi hal yang tak luput dari setiap pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan setiap manusia. Kebanyakan masyarakat belum mengetahui sumber energi listrik yang dipakainya berasal dari batubara, minyak dan gas atau energi terbarukan. Hal ini yang menuntut ketersediaan dan keterjangkauan energi listrik dalam pengonsumsiannya kepada masyarakat. Biogas sebagai penyedia bahan bakar alternatif terbarukan sudah bukan hal asing lagi. Pemanfaatan biogas juga tidak hanya untuk keperluan memasak atau bahan bakar, tetapi juga sebagai bahan bakar generator pada pembangkit listrik. Semakin berkembangnya usaha peternakan dan kebutuhan manusia akan hasil ternak, maka limbah yang dihasilkan pun semakin meningkat. Minimnya pengetahuan masyarakat akan pengelolahan sampah-sampah yang dihasilkan membuat produksi limbah di tempat pembuangan akhir semakin meningkat tanpa ada pengelolahan yang benar dan tepat misalnya saja pembuangan limbah organik dan anorganik yang tidak terpisah. Limbah organik di tempat pembuangan akhir akan mengalami proses dekomposisi secara anaerobik sehingga menghasilkan gas metan (CH4). Limbah Cairan Rumen sebagai Starter Biogas Limbah merupakan salah satu penyebab pencemaran lingkungan, terutama limbah dari bidang peternakan. Walaupun menjadi penyebab pencemaran, limbah masih memiliki nilai ekonomis yang kurang diketahui banyak orang. Solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengolah limbah menjadi suatu produk yang bermanfaat dan dapat menopang permasalahan yang lainnya, misalnya sebagai sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. Salah satu limbah peternakan yang berasal dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah cairan rumen. Cairan rumen merupakan cairan dari isi rumen di mana rumen adalah salah satu bagian lambung hewan ruminansia (memamah biak) seperti sapi, domba atau kambing. Limbah ini akan terus meningkat jumlahnya seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pemotongan hewan karena kebutuhan manusia yang juga semakin meningkat, terutama dalam hal penyediaan daging sapi. Limbah peternakan tersebut harus didegradasi untuk menghasilkan molekul rantai pendek sehingga dapat mengalami pembusukan yang dapat dimanfaatkan oleh alam dan lingkungan. Namun, apabila didiamkan tanpa adanya pengelolaan dan pengolahan maka dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada manusia seperti timbulnya bau tidak sedap. Cairan rumen dapat dijadikan sebagai biostarter yang baik karena di dalamnya terdapat bakteri selulolitik dan metanogenik. Bakteri selulolitik mendegradasi bahan organik yang akan menjadi substrat bakteri metanogenik. Bakteri selulolitik mendegradasi bahan organik yang akan menjadi substrat bakteri metanogenik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Budiyono, et al. (2014:31) cairan rumen digunakan sebagai biostarter pada pembuatan biogas yang dapat meningkatkan volume biogas. Volume biogas yang dihasilkan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi dan selanjutnya mengalami penurunan kembali. Adapun puncak produksi dari biogas dengan penambahan cairan rumen sapi terjadi pada hari keempat puluh, di mana terjadi perbedaan volume yang dihasikan dibandingkan dengan produksi biogas tanpa penambahan cairan rumen. Penambahan cairan rumen sebagai biostarter mampu meningkatkan produksi biogas dari kotoran sapi. Tanpa penambahan cairan rumen waktu yang dibutuhkan untuk mengasilkan biogas lebih lama dibandingkan dengan penambahan cairan rumen. Hal ini sesuai dengan penelitian Gamayanti (2011) dalam Ningsih, et al. (2014:35) yang membuktikan penambahan cairan rumen sapi dapat memaksimalkan produksi biogas yaitu 119,36 ml dibandingkan tanpa diberi cairan rumen yaitu 91,15 ml. Hal itu disebabkan pada cairan rumen terdapat mikroba selulolitik yang berperan penting dalam proses awal pembentukan biogas, yaitu biodegradasi substrat. Pembentukan Biogas Proses pembentukan biogas melibatkan berbagai macam mikroba yang berasosiasi sintropik dalam proses perombakan bahan organik untuk menghasilkan biogas. Bakteri yang berperan dari proses hidrolisis, asetogenesis dan metanogenesis terdiri atas tiga kelompok bakteri yang berbeda. Kelompok bakteri pada proses pertama akan menyediakan substrat bagi kelompok bakteri selanjutnya. Kotoran sapi yang digunakan sebagai substrat masih mengandung nutrisi bagi mikroba penghasil biogas. Feses sapi mengandung hemiselulosa sebesar 18,6%, selulosa 25,2%, lignin 20,2%, nitrogen 1,67%, fosfat 1,11% dan kalium sebesar 0,56% (Windyasmara et al., 2012 dalam Ningsih, et al., 2014:40). Senyawa organik tersebut akan didegradasi menjadi molekul yang lebih sederhana oleh mikroba selulolitik melalui proses hidrolisis dengan bantuan air yang ada dalam fermentor. Mikroba selulolitik mampu menghidrolisis selulosa menjadi molekul glukosa terlarut karena memiliki enzim selulase misalnya Cellulomonas. Senyawa organik hasil hidrolisis akan diubah menjadi asam organik (asetogenesis). Penambahan cairan rumen juga dapat mempercepat proses asetogenesis. Hal tersebut telah dibuktikan oleh Zhen-Hu dan Yu (2005:2371) bahwa mikroorganisme rumen dapat mempercepat degradasi asam lemak volatil (VFA) pada fermentasi anaerob brangkasan jagung. Penambahan cairan rumen dapat mempersingkat waktu penguraian yaitu hidrolisis dan asetogenesis sebagai persiapan pembentukan gas metan atau metanogenesis. Akhirnya asam organik hasil asetogenesis dimanfaatkan sebagai substrat bagi bakteri metanogenik untuk menghasilkan gas metan. Gas metan ini dibentuk dari hidrogen, karbondioksida, dan asam asetat atau asam organik lain yang dibentuk oleh mikroba penghasil asam. Cairan rumen dapat mendukung pertumbuhan bakteri metanogenik antara lain genus Metanobacterium, Metanosarcina dan Metanospirillum. Jadi, biogas yang terbentuk dari fermentasi dengan penambahan cairan rumen lebih maksimal dibandingkan tanpa penambahan cairan rumen. Penggunaan Biogas sebagai Sumber Energi Listrik Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk mengggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Potensi seekor sapi dengan bobot 450 kg dapat menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per harinya (Widyastuti et al, 2013:23). Limbah yang dihasilkan tersebut dapat menghasilkan 1 m³ biogas harian, didapatkan berdasarkan Widodo, et al. (2009:123) bahwa dalam 1 kg kotoran ternak sapi/kerbau menghasilkan 0,023-0,040 m³. Sejalan dengan pernyataan tersebut maka penggunaan cairan rumen sebagai biostarter dalam pembuatan biogas menghasilkan volume sebesar 3,53 m³ untuk rasio 25 kg feses : 25 L cairan rumen. Biogas pun dapat berperan sebagai bahan bakar alternatif generator pembangkit tenaga listrik serta menghasilkan energi panas. Menurut Evans dan Furlong (2003) dalam Vertes et al. (2010:423), 1 m³ volume biogas dapat menghasilkan 5,5 – 6,5 kWh. Berdasarkan pernyataan tersebut, diasumsikan 1 m³ volume biogas dapat menghasilkan 6 kWh sehingga listrik yang dihasilkan dari sampel biogas tanpa penambahan cairan rumen sebesar 6 kWh. Sedangkan listrik yang dihasilkan dari sampel biogas dengan penambahan cairan rumen adalah sebesar 21,18 kWh. Penggunaan limbah cairan rumen ternak ini selain mampu meningkatkan volume biogas juga mendukung perwujudan efisiensi energi baru dan terbarukan, ramah lingkungan, serta berkelanjutan. Namun, pengolahan dan pemanfaatan limbah cairan rumen masih memerlukan keseriusan dari berbagai pihak agar tidak mencemari lingkungan dan dapat dijadikan produk yang bernilai ekonomis. Pengembangan inovasi ini perlu adanya evaluasi dan keberlanjutan dalam penerapannya. Selain itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut agar penerapan energi terbarukan yang ramah lingkungan dapat terwujud. (CL) Referensi Budiyono, I., Widiasa, N., Johari, S., dan Sunarso. 2014. Increasing Biogas Production Rate from Cattle Manure Using Rumen Fluid as Inoculums. International Journal of Science and Engineering 6(1): 31-38. Ningsih, S.S., Ahda, Y. dan Handayani, D. 2014. Pengaruh Penambahan Beberapa Cairan Rumen Terhadap Produksi Biogas dari Kotoran Sapi. Jurnal Biospecies 7(2): 34-42. Vertes, A.A., Qureshi, N., Blaschek, H.P., dan Yukawa, H. 2010. Biomass to Biofuels: Strategies for Global Industries. John Wiley & Sons, Ltd. United Kingdom. Widodo, T.W., Asari, A., Ana, N., dan Elita, R. 2009. Design and Development of Biogas Reactor for Farmer Group Scale. Indonesian Journal of Agriculture 2(2): 121-128. Widyastuti, F.R., Purwanto, dan Hadiyanto. 2013. Potensi Biogas Melalui Pemanfaatan Limbah Padat Pada Peternakan Sapi Perah Bangka Botanical Garden Pangkalpinang. METANA 9(2): 19-26. Zhen-Hu, Hu dan Han-Qing, Yu. 2005. Application of rumen microorganisms for enhanced anaerobic fermentation of corn stover. Elsevier 40(7): 2371-2377.
- In-Ovo Feeding: Sentuhan Inovasi Teknologi Mendukung Produktivitas Ayam Kampung
artikel oleh Claudyne Li dalam Poultry Literacy Competition Universitas Padjadjaran 2020 Ayam lokal Indonesia adalah hasil domestikasi ayam hutan merah (Gallus gallus) oleh penduduk setempat dan memiliki ciri yang sangat berbeda dengan ayam dari negara lain (Sulandari dkk., 2007 dalam Nataamijaya, 2010). Ayam lokal dapat digolongkan sebagai tipe pedaging (pelung, nagrak, gaok, sedayu), petelur (kedu hitam, kedu putih, nusa penida, nunukan, wareng, ayam sumatera), dan dwiguna (ayam sentul, bangkalan, kampung, ayunai, melayu, ayam siem) serta ada pula ayam tipe petarung dan kegemaran/hias. Ayam kampung merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Ayam ini dikenal juga dengan nama ayam lokal, ayam sayur atau ayam buras. Ayam kampung telah dikenal luas sebagai potensi kekayaan genetik asli dalam perunggasan Indonesia. Saat ini ayam berkontribusi memenuhi protein hewani terbesar yaitu 60,73% mengalahkan persentase daging sapi sebesar 21,94%. Dari jumlah ternak unggas tersebut sekitar 67% disediakan oleh ayam ras dan hanya sekitar 23% disediakan oleh ayam lokal (Suprijatna, 2010). Ayam kampung dengan pola pemeliharaan ekstensif tradisional (umbaran) tanpa biaya produksi, masih mampu menghasilkan 30-40 butir telur setiap tahun, dengan bobot badan 1,20-1,50 kg. Walaupun pemeliharaannya mudah, namun perkembangbiakan dan pertumbuhan ayam kampung relatif lambat, kerangka tubuhnya kecil sehingga pembesarannya memerlukan waktu yang cukup lama dengan efisiensi konversi pakan (Feed Conversion Ratio) yang rendah. Oleh karena itu, pengembangan ayam lokal dengan tujuan produktivitas perlu ditingkatkan dan ditunjang oleh teknologi yang tepat. APA ITU IOF? Teknologi in-ovo pertama kali didemonstrasikan pada tahun 1982 oleh Sharma dan Burmester. Penelitian dengan ayam divaksin menggunakan marek harpesvirus of turkey memperlihatkan kondisi imunitas yang lebih baik dibandingkan jika divaksin setelah menetas. Sekitar >80% industri broiler di Amerika Serikat melakukan vaksinasi untuk marek disease dengan metode in-ovo. Lalu muncullah ide baru untuk meningkatkan produktivitas ayam dengan menggunakan metode in-ovo. In-ovo Feeding atau kerap disingkat IOF merupakan pemberian nutrisi tambahan secara eksogen ke dalam embrio ayam sebelum ayam menetas atau sedang dalam periode inkubasi. Embrio mengonsumsi cairan yang ada di dalam telur (terutama air dan protein albumen) sehingga untuk membantu proses pipping, in-ovo feeding bertujuan untuk menambah nutrisi agar proses pipping yang sempurna dapat dicapai. In-ovo feeding dapat meningkatkan performa ayam setelah menetas karena perkembangan embrio selama proses organogenesis yang optimal, di mana terjadi peningkatan ketersediaan status nutrisi untuk embrio. Nutrisi yang sering digunakan yaitu karbohidrat, vitamin, dan asam amino. Namun juga terdapat beberapa penelitian pemberian nutrisi secara in-ovo yang sudah dilakukan dengan memanfaatkan berbagai nutrisi untuk meningkatkan kualitas ayam dan kinerja produksi yaitu asam askorbat dan glukosa, asam linoleat dan L-Glutamin, L-Arginine, asam butirat, L-Carnitine, mineral dan vitamin D. Waktu penginjeksian nutrisi yang sering digunakan yaitu hari ke-7 inkubasi, hari ke-14 dan hari ke-18. Sedangkan, letak penginjeksian yaitu albumen, yolk, rongga udara dan cairan amnion. Waktu injeksi asam amino dapat dilakukan pada hari ke-7 maupun sampai hari ke-14 inkubasi pada bagian albumen. Inkubasi dilakukan pada rentang waktu tersebut karena penyerapan albumen sangat optimal. PENGAPLIKASIAN PADA AYAM KAMPUNG In-ovo feeding dalam penelitian Azhar dkk. (2019) dilakukan dengan menginjeksikan nutrisi asam amino L-Arginine. L-Arginine merupakan asam amino yang digolongkan semi-esensial. Pemberian L-Arginine pada fase embrional dapat meningkatkan efektivitas penggunaan pakan setelah menetas karena merupakan stimulator penting pelepasan hormon pertumbuhan. Jumlah larutan yang diinjeksikan pada setiap telur masing-masing perlakuan in-ovo feeding yaitu sebanyak 0,5 ml yang dilakukan pada hari ke-10 periode inkubasi. Injeksi dilakukan menggunakan automatic syringe dengan letak penginjeksian pada albumen. Kemudian pada hari ke-7 pemeliharaan, dilakukan pengukuran konsumsi pakan, pertambahan berat badan, dan konversi pakan (FCR). PENGARUH IOF TERHADAP PRODUKTIVITAS AYAM KAMPUNG Pemberian L-Arginine melalui in-ovo feeding dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan efisiensi konversi penggunaan pakan ayam kampung. Hasil menunjukkan bahwa ayam dengan pemberian L-Arginine mengonsumsi ransum lebih rendah namun menghasilkan bobot badan (setelah 7 hari) lebih besar (FCR rendah) dibandingkan tanpa injeksi IOF. Konsumsi pakan yang lebih rendah ini disebabkan L-Arginine dapat dimanfaatkan embrio sebagai sumber energi melalui glukoneogenesis, sehingga ketersediaan energi setelah menetas lebih tinggi. Hasil penelitian lain seperti pada penelitian Rahadrja dkk. (2018) dengan menggunakan injeksi L-Glutamine juga membuktikan beberapa keuntungan in-ovo feeding seperti meningkatkan daya tetas, mengurangi masa inkubasi, dan bobot badan yang lebih besar dibandingkan tanpa injeksi IOF. Tidak dapat dipungkiri jika teknologi IOF ini dapat diterapkan untuk meningkatkan produktivitas ayam lokal di Indonesia sebagai penunjang konsumsi protein hewani. (CL) Referensi Azhar, M., Mirnawati, Sara, U., Rahadja, D.P., dan Pakiding, W. 2019. Pengaruh In Ovo Feeding L-Arginine terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Berat Badan, dan Konversi Pakan Ayam Kampung. Jurnal Peternakan Lokal, 1(2):16-20. Nataamijaya, A.G. 2010. Pengembangan Potensi Ayam Lokal untuk Menunjang Peningkatan Kesejahteraan Petani. Jurnal Litbang Pertanian, 29(4); 131-138. Rahardja, D.P., Hakim, A.R., dan Lestari, V. S. 2018. Application of in ovo injection of L-Glutamine for improving productivity of Indonesian native chicken: hatchability and hatching time. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 157: 1-4. Suprijatna, E. 2010. Strategi Pengembangan Ayam Lokal Berbasis Sumber Daya Lokal dan Berwawasan Lingkungan. Seminar Nasional Unggas Lokal ke IV, 55-88.
- Wabah COVID-19, Bagaimana Nasib Peternak di Indonesia?
artikel oleh Claudyne Li Pandemi COVID-19 sebagai wabah global telah menyebabkan banyak perubahan pada berbagai perekonomian negara termasuk bidang peternakan. Agrokompleks termasuk peternakan dan pertanian berperan besar dalam menyumbang pasokan pangan mendukung ketahanan pangan nasional. Maraknya wabah COVID-19 telah memaksa masyarakat untuk melakukan physical distancing. Lalu, apa dampaknya bagi dunia peternakan? Bidang peternakan melibatkan produsen, konsumen, pemrosesan, transportasi dan pemasaran produk. Saat ini, penutupan berbagai akses dan karantina membatasi perdagangan dan perekonomian masyarakat sehingga menyebabkan risiko krisis pangan. Peternakan yang seyogyanya menjadi sektor pertanian untuk memenuhi permintaan masyarakat telah "membeku" dan tidak bisa memasok hasil produksi mereka. Akibatnya, stok ternak menumpuk. Ditambah harga ternak seperti harga ayam di pasaran melonjak dan harga di tingkat petani turun. Peternakan sendiri bukan saja sebuah persoalan mikro belaka namun juga nuansanya berdampak makro karena memengaruhi pemenuhan gizi dan kesehatan masyarakat. Peternak Broiler Kasus-kasus anjloknya harga produk hasil ternak telah banyak dirasakan oleh para peternak di Indonesia terlebih pada peternakan broiler. Misalnya saja kasus di Tulungagung, peternak bahkan menjajakan ayamnya dengan harga murah. Penyebabnya adalah harga pakan yang mahal, namun permintaan pasar turun. Alih-alih menyimpan banyak ayam, peternak lebih memilih untuk mengobral harga. Jika dibiarkan berlanjut, maka kerugian akan terus bertambah dan menyebabkan peternak gulung tikar. Pemerintah dan para peternak harus bersama-sama mencari solusi agar dunia peternakan di Indonesia tetap stabil. Peran Pemerintah Dalam hal ini, peran pemerintah menjadi "obat" bagi para peternak kecil. Pemerintah sendiri telah menawarkan pilihan kepada peternak dengan menjadikan Badan Usaha Milik Negara untuk mengambil alih produk mereka (offtaker). Cara ini dapat meringankan kerugian peternak di mana BUMN akan menyerap dan menampung produk peternakan. Bantuan pemerintah lainnya juga sudah diberikan, contohnya pada pemerintah kabupaten Pangandaran yang memfasilitasi pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa bunga bagi para peternak ayam yang dapat membantu mereka untuk terus produktif. Oleh karena itu, diharapkan upaya ini dapat meringankan para peternak dan memajukan kembali perekonomian negara terutama dalam bidang peternakan. (CL)