Pemanfaatan Limbah Cairan Rumen Ternak dapat Menghasilkan Energi Listrik, Kok Bisa?
- Claudyne Li
- Apr 26, 2020
- 5 min read
Updated: Sep 20, 2020
artikel oleh Claudyne Li
Penggunaan energi listrik menjadi hal yang tak luput dari setiap pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan setiap manusia. Kebanyakan masyarakat belum mengetahui sumber energi listrik yang dipakainya berasal dari batubara, minyak dan gas atau energi terbarukan. Hal ini yang menuntut ketersediaan dan keterjangkauan energi listrik dalam pengonsumsiannya kepada masyarakat. Biogas sebagai penyedia bahan bakar alternatif terbarukan sudah bukan hal asing lagi. Pemanfaatan biogas juga tidak hanya untuk keperluan memasak atau bahan bakar, tetapi juga sebagai bahan bakar generator pada pembangkit listrik.
Semakin berkembangnya usaha peternakan dan kebutuhan manusia akan hasil ternak, maka limbah yang dihasilkan pun semakin meningkat. Minimnya pengetahuan masyarakat akan pengelolahan sampah-sampah yang dihasilkan membuat produksi limbah di tempat pembuangan akhir semakin meningkat tanpa ada pengelolahan yang benar dan tepat misalnya saja pembuangan limbah organik dan anorganik yang tidak terpisah. Limbah organik di tempat pembuangan akhir akan mengalami proses dekomposisi secara anaerobik sehingga menghasilkan gas metan (CH4).
Limbah Cairan Rumen sebagai Starter Biogas
Limbah merupakan salah satu penyebab pencemaran lingkungan, terutama limbah dari bidang peternakan.
Walaupun menjadi penyebab pencemaran, limbah masih memiliki nilai ekonomis yang kurang diketahui banyak orang. Solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengolah limbah menjadi suatu produk yang bermanfaat dan dapat menopang permasalahan yang lainnya, misalnya sebagai sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. Salah satu limbah peternakan yang berasal dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah cairan rumen. Cairan rumen merupakan cairan dari isi rumen di mana rumen adalah salah satu bagian lambung hewan ruminansia (memamah biak) seperti sapi, domba atau kambing. Limbah ini akan terus meningkat jumlahnya seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pemotongan hewan karena kebutuhan manusia yang juga semakin meningkat, terutama dalam hal penyediaan daging sapi. Limbah peternakan tersebut harus didegradasi untuk menghasilkan molekul rantai pendek sehingga dapat mengalami pembusukan yang dapat dimanfaatkan oleh alam dan lingkungan. Namun, apabila didiamkan tanpa adanya pengelolaan dan pengolahan maka dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada manusia seperti timbulnya bau tidak sedap.
Cairan rumen dapat dijadikan sebagai biostarter yang baik karena di dalamnya terdapat bakteri selulolitik dan metanogenik. Bakteri selulolitik mendegradasi bahan organik yang akan menjadi substrat bakteri metanogenik. Bakteri selulolitik mendegradasi bahan organik yang akan menjadi substrat bakteri metanogenik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Budiyono, et al. (2014:31) cairan rumen digunakan sebagai biostarter pada pembuatan biogas yang dapat meningkatkan volume biogas. Volume biogas yang dihasilkan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi dan selanjutnya mengalami penurunan kembali. Adapun puncak produksi dari biogas dengan penambahan cairan rumen sapi terjadi pada hari keempat puluh, di mana terjadi perbedaan volume yang dihasikan dibandingkan dengan produksi biogas tanpa penambahan cairan rumen.
Penambahan cairan rumen sebagai biostarter mampu meningkatkan produksi biogas dari kotoran sapi.
Tanpa penambahan cairan rumen waktu yang dibutuhkan untuk mengasilkan biogas lebih lama dibandingkan dengan penambahan cairan rumen. Hal ini sesuai dengan penelitian Gamayanti (2011) dalam Ningsih, et al. (2014:35) yang membuktikan penambahan cairan rumen sapi dapat memaksimalkan produksi biogas yaitu 119,36 ml dibandingkan tanpa diberi cairan rumen yaitu 91,15 ml. Hal itu disebabkan pada cairan rumen terdapat mikroba selulolitik yang berperan penting dalam proses awal pembentukan biogas, yaitu biodegradasi substrat.

Pembentukan Biogas
Proses pembentukan biogas melibatkan berbagai macam mikroba yang berasosiasi sintropik dalam proses perombakan bahan organik untuk menghasilkan biogas.
Bakteri yang berperan dari proses hidrolisis, asetogenesis dan metanogenesis terdiri atas tiga kelompok bakteri yang berbeda. Kelompok bakteri pada proses pertama akan menyediakan substrat bagi kelompok bakteri selanjutnya. Kotoran sapi yang digunakan sebagai substrat masih mengandung nutrisi bagi mikroba penghasil biogas. Feses sapi mengandung hemiselulosa sebesar 18,6%, selulosa 25,2%, lignin 20,2%, nitrogen 1,67%, fosfat 1,11% dan kalium sebesar 0,56% (Windyasmara et al., 2012 dalam Ningsih, et al., 2014:40). Senyawa organik tersebut akan didegradasi menjadi molekul yang lebih sederhana oleh mikroba selulolitik melalui proses hidrolisis dengan bantuan air yang ada dalam fermentor. Mikroba selulolitik mampu menghidrolisis selulosa menjadi molekul glukosa terlarut karena memiliki enzim selulase misalnya Cellulomonas.
Senyawa organik hasil hidrolisis akan diubah menjadi asam organik (asetogenesis). Penambahan cairan rumen juga dapat mempercepat proses asetogenesis. Hal tersebut telah dibuktikan oleh Zhen-Hu dan Yu (2005:2371) bahwa mikroorganisme rumen dapat mempercepat degradasi asam lemak volatil (VFA) pada fermentasi anaerob brangkasan jagung. Penambahan cairan rumen dapat mempersingkat waktu penguraian yaitu hidrolisis dan asetogenesis sebagai persiapan pembentukan gas metan atau metanogenesis. Akhirnya asam organik hasil asetogenesis dimanfaatkan sebagai substrat bagi bakteri metanogenik untuk menghasilkan gas metan. Gas metan ini dibentuk dari hidrogen, karbondioksida, dan asam asetat atau asam organik lain yang dibentuk oleh mikroba penghasil asam. Cairan rumen dapat mendukung pertumbuhan bakteri metanogenik antara lain genus Metanobacterium, Metanosarcina dan Metanospirillum. Jadi, biogas yang terbentuk dari fermentasi dengan penambahan cairan rumen lebih maksimal dibandingkan tanpa penambahan cairan rumen.

Penggunaan Biogas sebagai Sumber Energi Listrik
Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk mengggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam.
Potensi seekor sapi dengan bobot 450 kg dapat menghasilkan limbah berupa feses dan urin lebih kurang 25 kg per harinya (Widyastuti et al, 2013:23). Limbah yang dihasilkan tersebut dapat menghasilkan 1 m³ biogas harian, didapatkan berdasarkan Widodo, et al. (2009:123) bahwa dalam 1 kg kotoran ternak sapi/kerbau menghasilkan 0,023-0,040 m³. Sejalan dengan pernyataan tersebut maka penggunaan cairan rumen sebagai biostarter dalam pembuatan biogas menghasilkan volume sebesar 3,53 m³ untuk rasio 25 kg feses : 25 L cairan rumen.
Biogas pun dapat berperan sebagai bahan bakar alternatif generator pembangkit tenaga listrik serta menghasilkan energi panas. Menurut Evans dan Furlong (2003) dalam Vertes et al. (2010:423), 1 m³ volume biogas dapat menghasilkan 5,5 – 6,5 kWh. Berdasarkan pernyataan tersebut, diasumsikan 1 m³ volume biogas dapat menghasilkan 6 kWh sehingga listrik yang dihasilkan dari sampel biogas tanpa penambahan cairan rumen sebesar 6 kWh. Sedangkan listrik yang dihasilkan dari sampel biogas dengan penambahan cairan rumen adalah sebesar 21,18 kWh.
Penggunaan limbah cairan rumen ternak ini selain mampu meningkatkan volume biogas juga mendukung perwujudan efisiensi energi baru dan terbarukan, ramah lingkungan, serta berkelanjutan. Namun, pengolahan dan pemanfaatan limbah cairan rumen masih memerlukan keseriusan dari berbagai pihak agar tidak mencemari lingkungan dan dapat dijadikan produk yang bernilai ekonomis. Pengembangan inovasi ini perlu adanya evaluasi dan keberlanjutan dalam penerapannya. Selain itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut agar penerapan energi terbarukan yang ramah lingkungan dapat terwujud. (CL)
Referensi
Budiyono, I., Widiasa, N., Johari, S., dan Sunarso. 2014. Increasing Biogas Production Rate from Cattle Manure Using Rumen Fluid as Inoculums. International Journal of Science and Engineering 6(1): 31-38.
Ningsih, S.S., Ahda, Y. dan Handayani, D. 2014. Pengaruh Penambahan Beberapa Cairan Rumen Terhadap Produksi Biogas dari Kotoran Sapi. Jurnal Biospecies 7(2): 34-42.
Vertes, A.A., Qureshi, N., Blaschek, H.P., dan Yukawa, H. 2010. Biomass to Biofuels: Strategies for Global Industries. John Wiley & Sons, Ltd. United Kingdom.
Widodo, T.W., Asari, A., Ana, N., dan Elita, R. 2009. Design and Development of Biogas Reactor for Farmer Group Scale. Indonesian Journal of Agriculture 2(2): 121-128.
Widyastuti, F.R., Purwanto, dan Hadiyanto. 2013. Potensi Biogas Melalui Pemanfaatan Limbah Padat Pada Peternakan Sapi Perah Bangka Botanical Garden Pangkalpinang. METANA 9(2): 19-26.
Zhen-Hu, Hu dan Han-Qing, Yu. 2005. Application of rumen microorganisms for enhanced anaerobic fermentation of corn stover. Elsevier 40(7): 2371-2377.
Makasih Ko Ger! Hahaha... sa ae deh
Menambah wawasan baru ( limbah cairan rumen ternak ) dengan artikel sekelas IDN lebih hmm... research gate.... Haha...
its such a good article